Ormas Kedaerahan Jadi Topik Hangat Pembahasan Perubahan UU Ormas

31-05-2011 / BADAN LEGISLASI

 

            Beberapa anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI banyak menyoroti Organisasi Kemasyarakat (Ormas) Kedaerahan yang semakin menjamur keberadaannya. Anggota Baleg Rahadi Zakaria mengatakan, banyak kalangan berpandangan menjamurnya ormas-ormas kedaerahan merupakan langkah kemunduran yang sangat luar biasa.  

            Rapat dengar pendapat umum pagi itu, Senin (30/5) mengundang Pakar Ilmu Politik Burhan D. Magenda dan Zaenal Abidin Bagir, dalam rangka mencari masukan-masukan terkait dengan pembahasan perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

            Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Sunardi Ayub, Rahadi menambahkan dimasa kemerdekaan dulu, ormas-ormas kedaerahan seperti Yong Java, Yong Celebes, Yong Ambon, Yong Sumatera melebur menjadi satu mengikrarkan menjadi satu pemuda dalam Kongres Pemuda I. Kemudian dilanjutkan dengan Kongres Pemuda ke dua yang disebut dengan Sumpah Pemuda.

“Munculnya ormas kedaerahan itu adalah suatu fenomena kemunduran disebuah negara,” kata Rahadi. Kenyataan diberbagai negara tidak ada ormas kedaerahan, tapi yang ada adalah ormas-ormas yang sifatnya nasional.

Sementara anggota Baleg dari F-PDI Perjuangan Eddy Mihati menyoroti dimungkinkannya keterlibatan organisasi masyarakat asing melakukan kegiatan di Indonesia.

Eddy meminta masukan dari nara sumber bagaimana pengaturan yang ideal bagi relasi keduanya meskipun sudah ada klausul-klausul yang termuat di dalam rancangan UU ini. Dia mengkhawatirkan keterlibatan ormas asing tidak menutup kemungkinan menjadi salah satu instrumen asing untuk dapat mengintervensi dan masuk terlalu intens dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara. “Ini kan membahayakan bangsa dan negara, indikasi itu bisa kita tangkap selama ini,” kata Edi.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Burhan Magenda mengatakan, pada prinsipnya keberadaan ormas  terbuka apakah ormas keagamaan, ormas politik atau ormas-ormas lainnya.

            Terhadap Ormas kedaerahan, sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip negara kesatuan, Bhinneka Tunggal Ika, tidak perlu dimusuhi atau pun dilarang. “Jadi boleh tapi mungkin ada Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri yang mengatur mengenai keberadaan ormas kedaerahan ini,” katanya.

Kecuali, ormas kedaerahan kalau  ditujukan untuk kepentingan politik itu menjadi etnic mobilization. “Itu baru berbahaya bisa menjurus kepada konflik-konflik dengan etnik yang lain,” tambahnya.

Tapi kalau untuk kepentingan sosial, pemberdayaan ekonomi sah-sah saja, tapi diperhalus tidak perlu daerahnya, tapi cukup provinsi atau kabupaten saja. Kalau secara eksplisit menyebut etnik, ini yang agak berbahaya. Dalam satu daerah tidak selalu hanya satu etnik, bisa bermacam-macam, jadi tidak bertentangan dengan semangat sumpah pemuda.

            Sementara menanggapi keterlibatan ormas asing, Burhan mengatakan keterlibatan organisasi masyarakat asing tidak bisa dilarang. Ketentuan dalam Pasal 33 dan 34 UU ini menurutnya sudah baik, bahwa dana-dana asing disetujui oleh pemerintah atau diketahui oleh pemerintah, jadi pelaksanaannya legal.

Sementara Zaenal Abidin Bagir menambahkan, yang perlu digarisbawahi  semangat untuk merevisi UU ini terutama untuk menjaga ruang kebebasan yang kita miliki saat ini dan belakangan ruang kebebasan ini dimanfaatkan oleh organisasi-organisasi, individu-individu yang tidak seperti yang kita inginkan.

Dalam hal ini,  ada kekerasan, muncul ormas-ormas baru yang anarkis radikal, dan inilah yang perlu diatasi.  Zaenal mengingatkan, jangan sampai karena  berpikir ada ormas-ormas yang sifatnya radikal terus  kita menebar jaring yang terlalu besar sehingga kita ingin membatasi  tetapi pembatasannya kena kemana-mana.

            Soal ormas kedaerahan, dia sependapat dengan Burhan, keberadaan ormas kedaerahan sesuatu yang tidak bisa dihindari lagi. “Suka atau tidak suka inilah konsekwensi dari demokratisasi, konsekwensi dari ruang kebebasan yang sudah ada, kita mungkin masih harus belajar bagaimana menghendel ini tetapi ini fakta yang sudah ada,” imbuhnya.

Menurutnya, ruang kebebasan ini harus dijaga dan salah satu instrumennya hukum, dan instrumen yang lain civic culture.

Untuk bantuan asing yang masuk menurutnya memang perlu dilakukan audit. Untuk itu dia mengusulkan perlu dimasukkan dalam salah satu pasal sanksi  kalau bantuan asing itu tidak diberitahukan pemerintah. (tt) foto:Ry

 

 

           

 

 

 

 

 

           

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...